Yeah, setelah Pendidikan Profesi Apoteker, apalagi yang lebih menegangkan daripada ujian apoteker? Ujian yang jatahnya cuma 1 SKS tapi menentukan apakah SKS lainnya berharga atau tidak, karena dengan 1 SKS itu kita diukur layak jadi apoteker atau tidak. Padahal, dari bebannya mungkin harus disamain dengan KP kali ya? paling nggak 4 SKS.
Salah satu hal yang bikin tegang adalah perubahan sistem ujian. Agak heran sih sebenarnya, kini, urutannya adalah pustaka-komprehensif-praktek, padahal dulu, pustaka-praktek-komprehensif, dan ujian pustaka-komprehensif menyatu, artinya kalaupun salah di pustaka, masih ada komprehensif dimana kita bisa membela diri.
Hal lain yang juga berpengaruh adalah pemisahan PPM (produksi dan pengawasan mutu) dengan PF (Pelayanan Farmasi). Ini baru pertama kalinya oleh pihak ITB, dan ujian bagi PF juga tergolong pertama dilakukan ITB. KLemungkinan hal lain yang cukup berpengaruh adalah puasa. Kita ujian apoteker di bulan puasa, apa ga gila apa? Jadi ujian ini bikin pusing, bukan hanya peserta, tapi juga penguji.
OK, mul;ai dari persiapan. Sudah tahu ada tutorialnya, sudah dikasih tahu bahwa sebaiknya bersiap-siap dari jauh-jauh hari, tapi apa mau di kata, tubuh jauh dari Rumah, meski pikiran masih disana (Muikirin ujian dan homesick).
Pangkalnya dari semester 1 (Kliatran banget kan klo persiapan mesti dari awal2 sekali?), opik telat daftar buat KP di Industri, padahal KP di Industri adalah KP dimana kesempatan belajar untuk ujian apoteker menipis, apalagi klo dapet yang di luar Bandung (Kebetulan sekali dapat yang di luar Bandung,).
Jadilah KP Industri di Kalbe CIkarang, yang memang kesempatan untuk belajar ujian apoteker sedikit, ga ada persiapan juga sih, bahannya dalam softkopi, laptop ga ada, laptop teman pada dipakai semua (ga tahu klo di fotokopian sunken ada kopiannya waktu itu). dan jam-jam sesudah pulang dari Kalbe cuma diisi tidur dan ngobrol, lampu ga terang, jadi makin malas buat baca,jadinya kesal sendiri, padahal sudah tahu ujian di ambang mata tapi ga bisa ngerjain apa-apa. Memang sih pulang ke rumah, tapi bacanuya cuma bisa sedikit dan godaan untuk melepas apa yang tertahan selama di Cikarang gede juga (ya main, makan, dan...kegatalan disuruh orang tua).
Yosh, masa KP lewat, ujian 11 hari lagi, ngurusin sedikit logistik, dan coba simulasi ujian pustaka. yah, ternyata seminggu baru selesai, itupun analisisnya ga lengkap dikerjain, cuma sepotong, mana pustakanya amburadul juga. memang sih pakai soal yang agak susah, yaitu tablket Eperison, karena data pustakanya dikit (yang susah dulu lah, kan klo dapat yang gampang jadi sip). Sempat mau ngerjain injeksi ranitidin HCl tapi ga keburu, cuma sampai bab 1.
Salah satu hal yang gawat adalah buku pustaka, memang secara elektronik cukup, tapi yang hardkopi masa cuma FI IV + suplemen aja. Gawatnya, bibi opik yang opik sudah kontak dari jauh-jauh hari ga bisa dihubungi, entah kenapa. Sudah dicoba menghubungi kerabat yang lain yang kemungkinan tahu nomornya, tapi nomornya sama, ga berubah, dan dicoba lagi berulangkali juga tak ada hasil. Akhirnya coba ke kang Irul(kakak kelas) ama Bu Rani(tetangga sebelah), lumayan dapat bukunya (terutama Pharmaceutical Codex dan Drug info handbook, dua buku itu sakti banget). tahu kit ujian ternyata ada di fotokopian, langsung deh borong.
OK, persiapan ada, meski bisa dibilang kurang. dan akhirnya melangkah ke ujian tahap pertama. soal dapat apa ya? ternyata eh ternyata, dapat metoklopramida HCl injeksi 10 ampul. kok perasaan pernah dengar? rupa-rupanya ini pernah dikerjain pas pratikum likuid semsol bagian steril, pertama lagi. soal 53, lembar jawaban 79. OK, cukup lancar sih sebenarnya pustaka dll, soalnya datanya lengkap, jadi tinggal nulis aja. Tapi ternyata ada hambatan tak terduga dan salah antisipasi, yaitu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar