Berkaca dari pengalaman menjalani pendidikan profesi Apoteker di ITB, opik mencoba merenung dan merunut lagi jalan yang telah ditempuh.
pertama, apakah opik telah salah memilih jalan?
mengapa yang pertama adalah hal ini? Kejadiannya begini, waktu pendaftaran untuk apoteker, sebenarnya opik waktu itu tak terlalu mempertimbangkan banyak hal dan banyak diburu-buru oleh hal lain. Pendaftaran apoteker untuk oktober dibuka sehabis kita lulus sidang, dimana kita masih belibet nyelesaiin urusan administrasi hanya dalam 2-3 hari, dan pendaftaran apoteker pun dalam waktu yang mepet. Sempat sih minta pertimbangan orangtua, dan mereka malah bilang semuanya diserahkan pada opik, sesuai kemauan opik. Jadinya ya, ga sempat mikir ini itu, dan langsung mendaftar.
Padahal, dipikir2, opik sebenarnya bercita-cita jadi dosen atau peneliti yang sebenarnya ga perlu menempuh program apoteker. Apalagi di benak opik saat itu, mungkin sekali opik ga akan memilih bidang farmasi untuk melanjutkan pendidikan, tapi bidang lain yang secara teknis dekatan dengan farmasi, seperti kimia, teknik kimia, instrumentasi atau teknik industri.
Kedua, Kok program apoteker seperti ini ya?
Ini setelah kalau dirunut-runut secara mendalam, banyak sekali bagian di apoteker yang merupakan pengulangan S1, pokoknya banyak banget teori-teorinya dan idealitanya, namun kurang dalam praktek dan realita di lapangan. opik terutama merasakan sekali hal ini dalam aspek2 industri seperti permesinan, PPIC, sistem HVAC, analisis vendor, pelaksanaan CPOB dan masalahnya, pokoknya merasa kurang banget. Kliatan dan kerasa banget pas KP, kitanya suka bengong pas di tempat KP, entah itu di POM, apotek maupun pemerintahan, karena kita nggak tahu dalamnya kaya gimana sih dan kita itu mau ngapain, jadi ada kesempatan belajar dan berbuat yang tersia-siakan
salah satu hal yang membingungkan adalah, PPM (jurusan industrinya) diberikan materi klinik sedangkan PF (jurusan kliniknya) diberikan materi Industri. Alasannya sih biar seimbang antara klinik dan industrinya, soalnya kan di S1 udah diberikan materi yang cukup banyak mengenai industri atau klinik di jurusan masing-masing.
Tapi menurut opik dan banyak teman yang lain, ini malah memperlemah kekuatan masing-masing. Hal ini sangat terasa di Industri dimana ketika ditanya-tanya mengenai berbagai hal yang seharusnya didapatkan di kuliah apoteker, terpaksa kitahanya bisa terdiam saja. Mau jawab ga bisa...mau bilang ga dapet di kuliah apoteker juga malu.
Ketiga, kok ada mata kuliah atau isi kuliah yang dirasa penting ga ada?
Ini pertanyaan yang muncul setelah KP dan diskusi soal kita-kita bakal kerja dimana. Yang paling heran adalah kita ga dapat mata kuliah kimia klinik, yang berarti menghilangkan kesempatan untuk bekerja di lab-lab klinik, atau paling ga harus belajar lagi klo masuk sana, juga menyebabkan kita ga bisa membaca kondisi tubuh. DI kimia klinik kita juga diajarin pembacaan angka-angka. misalnya SGPT dan SGOT pada rentang segini adalah normal, glukosa darah segini sampai segini ga normal, dsb, yang sangat penting diketahui untuk mengetahui mana obat yang ga boleh dipakai dan penyesuaian dosisnya.
perasaam ga dapat kimkli sangat terasa ketika ujian farmakoterapi, kami-kami yang di PPM bingung ketika harus baca angka glukosa darah, PSA, SGPT, SGOT, kandungin urin, yang kita ga tahu maksudnya apa.
Salah satu hal yang juga disayangkan adalah pengewtahuan tentang CPOB, proses produksi dan mesin-mesin. PPM tidak mendapatkan matkul farmasi industri, sehingga praktis pengetahuan tentang CPOB yang praktisnya tidak ada, hanya yang mengawang-awang. ga tahu pelaksanaannya gimana sih di Industri. Dengan alasan yang sama, pengetahuan tentang proses produksi juga sedikit.
Nah, klo soal mesin-mesin dan proses yang terjadi, sedikit juga sih pengetahuannya. Proses mixing, blending, cutting, pengeringan dll. opikmingat ada 2 dosen yang naruh perhatian pada hal ini, yaitu pak sundani dan bu Ninet. Dan itu sangat beruntung sekali karena kitanya masih bisa jawab-jawab sedikitlah soal mesin dan proses serta mengerti sedikit soal proses produksi. tidak kosong-kosong bangetlah.
Keempat, dan mungkin yang terakhir, adalah jangan terbawa arus.
Mengapa hal ini jadi penting. Sebab memang sekarang farmasi klinik sedang gencar dimana-mana, teta[i, jangan lupa bagian farmasi yang lain, baik itu bahan alam, analisis maupun proses produksi. beberapa yang menjadi bahan adalah :
1.Dalam ujian di banyak PT, apoteker diuji konselingnya, tapi ga diuji apakah bisa meracik atau memproduksi obat, padahal bukannya farmasi adalah "The art of Compounding and Dispensing"? kok malah konseling yang cuma sebagian kecil dari "Dispensing" didahulukan untuk diuji, sedangkan meraciknya tidak?
2.Percaya atau tidak. Apoteker itu suka ribut. sekarang sih yang sedang gencar adalah industri dengan pelayanan. Kenapa sih ga bisa bersatu dan saling mengerti klo emang ada keluhan dari pelayanan soal produk yang ga mengerti kesulitan mereka yang sampaikan saja baik-baik. Pelayanan juga harus mengeti proses produksi obat ga mudah, dan mengubah satu hal saja dari obat bisa membutuhkan validasi proses yang rumit untuk memastikan mutu obat tetap terjamin
3.masih banyak persoalan industri jamu/pengobatan tradisional yang harus diselesaikan. Berpegang bahwa pada jamu/tradisi ini merupakan kekuatan Indonesia, sebaiknya ini yang diperkuat. Misalnya penemuan zat anti kanker pada banayk tumbuhan obat dan senyawa2 baru didalamnya, harusnya ini diperkuat, tapi kondisi sekarang malah lemah dengan banyaknya obat2 luar. Mungkin sekali, hal ini terkait kebanggan pada produk lokal yang sangat lemah. Lebih banyak menemukan : Dari Cina, Arab, Teknologi Jepang, Teknologi Jepang, terpercaya dari AS, daripada warisan karuhun, asal Madura, Asli Maluku, Tradisi Minang, dll. Yah, saatnya mempercayai kekuatan kita sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar