Senin, 29 Agustus 2011

Hukum Ekonomi di Farmasi (Economy Law in Pharmacy)

Well, even though some of the title are in Indonesian, but the post i want to write now will be english.

I surfed around the internet and stumbled upon jay pee's blog, and read this post : http://www.jimplagakis.com/?p=4552. Well Shortage of drug supplies because the profit from selling it is low (or even minus in some cases) has been common there. Can you believe up till 180 drugs are now rare? and these drugs are those older, lifesaving drugs.

Maybe non-health practitioners will start shouting about "where is the heart of those Health care provider/Practitioner" and especially directing there anger to those pharmaceutical Industry who seems to don't care about people lives. But we fa must face it, now the health care world (and also the world itself) is having a dilemma, and that is Money vs Care.

As someone who will be an Apotechary in a few months(if opik pass the exam), opik have looked into the profession. Isn't opening and running a pharmacy a business and also a care provider. But what matters the most? is it those metrics that show your lead time, inventory control, pricing, profit, effectivity, etc, or the care trhat you provide, the feeling you get whe you can solve a patient problem, the relief you get when someone ill gets healed?

It's frustating, more and more now, the pharmacy, whether it's industry, hospital, or in the pahrmacy are becoming "business only". Those vital drugs and service that shuldv'e been provided vanish. Rather, now we have 15 time limit (look at Kimia farma), discounts for pharmacy wrongness and many more.

But don't get us wrong, we need to do this toi survive, otherwise, we'll be Axed from the job, our place will go bankrupt, and the other consequences. So how do we compromise things?

Well, here are some example cases :

1. There was atime in the pharmacy that a patient wanted to buy one kind of the "Obat keras" group,Loperamide" which shouldn't be sold, and the pharmacist there know's she can't sell this, because the patient really doesn't need it yet. The problem is the profit, and a hardheaded patient. So the pharmacist suggests the patient to use Attapulgite and pectin instead (Which is a "obat bebas" can be sold freely witout a Rx), and counsel about the risk regarding loperamide. So she still gets some profit, and th patient have a better drug for his condition.


2. This is when i was in a pharmacy some time ago. As I watched, many Rx that contain patent or brand names was immediately switched to the generic (the cheapest drug, the form that has the INN name, not brand name). Then opik asked about why not give the patient to choose between the patent, brand and generic ones first, because giving a generic immediately will only gain very small profits and giving them the brand ones immediately are rather unethical. Well, we have to respect their choice don't we? This was done, and the profit became larger.

(in this case, if you don't know, in Indonesia, the generics USUALLY use those bad Ingrediaents (from India and China suppliers) and the Patent and brand name USUALLY uses good Ingredients (from europe and USA suppliers) even though this is not always the case, and the difference between good and bad can be very small, like one containing 20 mg, and the bad one only 19 mg)

3.Increasing Sale is not only the way to increase your profit. How many ofyten we stay the pharmacies get pumped out about increasing sales to increase the profit, until the "near death" state. but they can increase much larger just by asking larger imburstment rates from the insurance company, discussing a better contract with the PBF/distributors and companies at their service, and many more. Just don't focus on one are, widen you view friends!!!

So folks, what we are doing in this healthcare system is also a business, ofcourse we care about you, but you also must think about the costs and energy to provide that care. We're just human, we earn profits too, but we also wnat to do it in a good way. Newver ewver think something should be free because there will always be someone or some people paying for those free things.

That's all




Senin, 22 Agustus 2011

Trivia tentang farmasi ITB 2006

http://www.facebook.com/n/?groups%2F185502681517583%2Fdoc%2F190291681038683%2F&mid=4bd14dcG5af373378837G501b95G96&bcode=6am3Ymvm&n_m=opik_bidin%40yahoo.co.id

Trivia tentang 2006 yang tak jadi keluar saat acara buka bareng. COba di uji sedikit wawasan anda mengenai SF 2006 :)

1. Pada periode berapa hingga berapa Ilman menjabat sebagai Ketua Angkatan yang pertama?
2. Sudah berapa tahun kah Utus menjabat sebagai Ketua Angkatan?
3. Siapa saja yang pernah menjadi ketua Syukwis?
4. Ada berapa keajaiban cinta di SF06 merujuk pada koran angkatan?
5. Jumlah total 1 angkatan pada awal tahun ajar 2007 – 2008?
6. Kapan Pelantikan MPAB 2006?
7. Siapakah yang memiliki 3 NIM selama masa S1?
8. Apa mata kuliah yang pertama kali dialami oleh SF 06?
9. Siapakah yang memberikan kuliah umum saat sidang terbuka penerimaan mahasiswa baru 2006?
10. Mata kuliah yang praktikumnya bareng antara STF dan FKK?
11. Berapakah yang sudah menikah di SF06? Bagaimana urutannya?
12. Berapa orang yang keluar dari SF 2006 saat masa TPB?
13. Sebutkan penghargaan yang pernah didapat oleh SF 06 saat olimpiade TPB?
14. Sebutkan lirik yel-yel angkatan SF 2006?
15. Kapan SF 2006 jadi juara 1 HT?
16. Siapa yang berulang tahun tiap tanggal 17 Februari?
17. Siapakah Aku : Aku penghuni lantai 3. Berkantor di lantai 1. Spesialisasiku di bidang Farkin.
18.Siapakah Aku : Aku merupakan penghuni lantai 4. Aku bagian dari KK Farmol. Kemeja kotak-kotak dan celana jeans adalah setelanku.
19.Siapakah Aku : Aku penghuni lantai 2. Termasuk geng sepuh sayap barat. TTKI merupakan keahlian sampinganku.
20. Siapakah Aku : Aku terkenal dikalangan mahasiswa ITB. Aku dapat berada dimana saja. Donat merupakan ciri khasku.

Selasa, 16 Agustus 2011

Ujian Apoteker Part 3

hmm, persiapan yang sangat kurang, hanya membaca sekilas2 semua slide farmasi dan aturan2 baru yang mungkin ditanyakan, itulah persiapan opik menghadapi ujian lisan kali ini. Tebakannya sih ditanya2 di awal pasti tentang dosis.

tengah malam sebelum ujian, iseng2 buka facebook apoteker, eh, lima menit lalu si zulfan posting bahwa kita wajib bawa nametag dan jurnal. walah. langsung ngacir dari depan komputer dan bongkar2 buat nyari nametag. Untung sebagai orang yang suka menyimpan barang buangan di tempat yang layak, ketemu dengan cepat, ga kebayang yang lain yang kartunya dilepas dan dibuang begitu saja harus berbuat apa2.(masih bisa ngescan, motokopi dll sih)

wah, opik urutan pertama di ruang seminar lt 3. Berangkat jam 7 dari rumah dengan kemeja biru lengan panjang dan dasi yang juga biru, dan tak lupa jas hitam ikut serta. Sampai2 jam 7.45, ok, menuju lt 3, liat temen2 lain yang juga pada giliran pertama disana. Sambil menunggu giliran, opik berdiskusi dengan teman2 mengenai apa yang akan dihadapi di dalam.

Jam 8 tiba dan opik dipanggil masuk. opik menandatangani daftar hadir, lalu duduk di kursi. Di hadapan opik ada pak Ketut, Bu Cici, Pak Yeyet, Pak Basuki (industri), Bu BUdi (Teranokoko BBPOM Bdg), dan Bu Sri (RSHS). Dua penguji lain, Pak Emran dan Bu Ambar (APotek KF) belum hadir.

PErtama dari opik sendiri dulu, ngejelasin soal yang dikasih. sekitar 15 menit, ya udah jelasin dari undang2nya, dari farmolnya, dari analisisnya, struktur kimianya gimana, singkat2 aja.

Pertanyaan2 mula2 datang dari pak Ketut mengenai dosis, berapa sih maksimumnya. well, opik jawab tak menemukannya, sebenarnya ada batas dosis oral yang 0,5 mg/kg berat badan, tapi ada dosis injeksi yang 2 mg/kg berat badan. Sebenarnya ada juga sih batas dosis buat anak2, tapi klo ga salah untuk indikasi yang ga dimasukin (ini ga opik sebut, karena opik lupa2 ingat ini untuk apa), jadi terakhir2 opik jawab paling rekomendasi 40 mg sehari.

abis itu yang nanya bu Sri, soal Metoclopramide digunakan untuk apa, informasi obat apa saja yang harus diberikan ke dokter, sistem distribusi apa saja yang cocok untuk obat metoclopramide ini, terus efek samping apa yang kemungkinan besar timbul pada anak. walah2, opik jawabnya ya yang standar2 sih, tapi yang pas pertanyaan sistem distribusi opik jawab sentralisasi dan desentralisasi, bu sri bilang bukan itu (menginginkan jawaban lain), ya udah jawab unit dosis ama persediaan ruang. Terus opik cerita bahwa metocklopramide bisa untuk persediaan ruang, trus ditanya tentang unt dosis dan apakah metoklopramide bisa memakai sistem unit dosis ga? ya opik jawab bisa.

Giliran ketiga adalah Bu Ambar, nanyain soal kenapa metoklopramide masuk golongan obat keras, ya opik ajwab karena sediaan parenteral dst, pertanyaannya berkutat disitu. Lalu nanya tentang penyimpanan dari metoklopramide, yang altux jawab 15-30 derajat dan terlindung dari cahaya, yang disambung soal kondisi di apotek bagaimana. Nah opik ga bisa jawab yang warna etiket untuk sediaan injeksi untuk apa. Kan selama ini diajarin obat dalam-putih, obat luar-biru, makanya opik awalnya jawab putih, tapi salah, makanya bingung, pas keluar dari ruangan nanya2 ke yang lain, yang kebanyakan juga ga tahu, tapi ada yang bilang biru sih.

Terus Pak Basuki, yang nanya tentang steril, ruang kelas, persyaratan air WFI, TOC itu apa, terus nayain soal etik dalam bentuk soal cerita, kaya misalnya kita nentuin batas cfu 10, ternyata realitanya 15, kita harus gimana? opik jawab ya produknya di QC dulu, terus klo misalnya memenuhi spesifikasi ya lolosin, terus ruangannya disterilin ulang lagi. Terus pertanyaan kedua soal gimana klo tablet yang harusnya 100 mg, tapi kita bikinnya 95 mg, karena masih masuk batas legal, ya jawab ga boleh karena secara moral ga boleh, dan emang harusnya produk dibuat dengan maksud mencapai 100%, terserah hasilnya segitu atau tidak. Pak Yeyet nambahin di waktu kadaluarsanya.

Yang terakhir Bu Budi (Bu Cici, Pak Yeyet dan Pak Emran ga nanyain apa-apa)yang nanyain soal undang2. dari mulai UU obat keras, UU kesehatan, definisi sediaan farmasi (Nah, disini opik agak lupa2, tapi akhirnya dengan dibantu dan ingat2 dikit bisa) dst. Nah yang paling bikin bengek adalah saat ditanya soal bagaimana pendaftaran obat baru. Wah, opik lupa soal itu, tapi karena klo diam saja kliatan bodoh banget ya? jadi mulai aja dari persyaratan sebelum didaftarkan, bilang bahwa obat harus diproduksi pabrik yang memiliki CPOB dan harus ada data uji stabilita dipercepat terlebih dahulu.

Nah, dari situ Bu Budi lalu mengalihkan pertanyaan pada CPOB dimulai dari definisi dan tujuan dst (fiuh, padahal khawatir ga bisa ngejawab pertanyaan yang registrasi obat. dan akhirnya pertanyaan habis disitu. (tepatnya dihentikan, sebenarnya bu Budi pingin nanya lebih lanjut, tapi waktunya habis). Abis itu langsung keluar dan cerita sama teman2 soal apa yang terjadi di dalam (wajarlah, apalagi opik yang pertama).

Abis itu pulang dan nungguin senin,15 Agustus 2011 untuk liat keputusan. Karena suatu hal, opik baru liat pada hari selasa 16 agustus, dan ternyata LULUS!!!, tanpa peringatan!!! padahal sumpah, itu jurnal kacau, dapus....no hal....farmol dan farmaseutiknya opik ngasal dll, tapi ternyata LULUS.







1

History of medicine

Nemu dari blognya The Angriest Pharmacist, tapi ditambahin dikit, tentangs ejarah pengobatan

THE HISTORY OF MEDICINE
2000 B.C. - "Here, eat this root."
1000 B.C. - "That root is heathen, say this prayer."
20 A.D. - "That prayer is good, but you have to pray in my name me to get through to Dad."
1850 A.D. - "That prayer is a superstitious chant, drink this potion."
1940 A.D. - "That potion is merely snake oil, swallow this pill."
1970 A.D. - "That pill is ineffective, take this antibiotic four times a day."
1980 A.D. - "Bacteria aren't the problem. Viruses are enemy number 1! Get this vaccination, but you still better take our pills too!"
1990 A.D. - "Taking pills four times a day? That's ARCHAIC! Take this tablet once-a-day."
1999 A.D. - "That once-a-day tablet is cost prohibitive. Take this cheaper generic. It's the same thing."
1999 A.D. - "Their generic once-a-day tablet isn't good enough anymore. Our 'XR' tablet is now the standard of care. And you only have to take it once-a-day!!!"
2000 A.D. "This XR antibiotic kills all the bacteria in your stomach. Take this bacteria capsule four times a day."
2000 A.D. - "Those vaccines are still working, but our data shows they definitely cause autism and some other nasty shit."
2001 A.D. "No, they don't. The data never showed that. Shit happens."
2003 A.D. - "Bacteria are now resistant to this once-a-day antibiotic. We're probably fucked."
2011 A.D. - "Oh yeah, we have immune systems. That's why the vaccines work. Let's just drink the damn tap water and shut the fuck up."
20xx A.D. – “Hmm, making new drugs are too costly. Drugs also makes people live longer when they should’ve died instead, eating funds that should’ve gone to other sectors.

Kamis, 11 Agustus 2011

Tes Kesehatan buat ke NTUST Taiwan

Akhirnya sampai juga ke kamis 11 Agustus, tapi ngapain apa aja sih selama 1 minggu itu?

Ya...opik sebenarnya kurang persiapan. Karena tahu klo sidang kompre kaya gini bakal loncat kemana2, akhirnya opik cuma sekerdar baca-lewat semua materi yang ada, juga nyari2 isu2 yang lagi panas nb baru tentang farmasi di internet. dan baru sangat efektif di 1 hari terakhir menjelang Ujian Lisan.

Kenapa? karena opik waktu itu lagi mikirin tes kesehatan untuk ke NTUST Taiwan. Bingung ke Jakarta trus ke tempat tes kes-nya mesti gimana. Mikir naik bis atau travel, harus naik apa saja dan sederet masalah lainnya...termasuk biaya.

Ya udah ke Jakarta naik Baraya Travel. 50 ribu, naik dari Dipati ukur. Rencananya sih ke Tebet, tapi ga ada yang jam 6.15,adanya jam 8. jadi aja naik yang ke ciputat. Pkiran opik waktu itu adalah, sisa 1.45 jam yang ada bisa dipakai buat nyari2, apalagi klo lebih pagi diharapkan kurang macet. Eh, ternyata Ciputat itu mau paling selatan dan jauh pas liat di Peta.

Tambahan kesialan lagi opik baru ngobrol2 n cerita2 soal opik mau ke Tebet setelah travelnya berangkat dari tempat peristirahatan di jalan tol, padahal ada travel yang mau ke Tebet. Sopirnya sampai bilang "napa ga dari tadi? kan bisa dititip ke yang mau ke Tebet." Ya sudahlah, dari penumpang yang lain dapet info soal bis dan angkutan apa aja yang kira2 bisa dipakai. (kan tempat tes kesehatan banyak, ada di dekat kampung Melayu, basuki rahmar, Dewi sartika, dll).

Akhirnya turun dekat pintu keluar tol, ga sampai ke ciputat, terus naik Bis 72 (ongkos 2000) ke Blok M. Eh, di Bisnya malah dibilangin salah, soalnya dari Lebak bulus kan ada yang langsung ke Kampung Melayu (opik juga inget ada Busway dan angkutan lainnya yang bisa). Tapi karena udah jauh dan bakal buang2 ongkos klo balik, ya udah jalanin aja, apalagi katanya bisa naik bis ke Tebet dari Blok M, 612 dilanjutkan 616 (klo ga salah). Eh, ternyata itu bis lewat RS Pertamina, yang merupakan salah satu tempat tes kesehatan, ya udah turun (beruntung ya?)

dan sigkat cerita tes kesehatanlah sama disuntuik MMR. Nungguin transfer duit buat bayar, ya jam 2-an, biayanya 650.00an, eh, pas zuhur ada dokter Jose Rizal dari Mer-C yang nyeritain pendirian RS Indonesia di Gaza. ya duduk2 ajalah. Trus meriksa saku ama dompet, ada ga ya uang segitu...eh cukuplah, meski ga ada ongkos lagi, tapi jam 2 transfer, jadi tenanglah, bayar. Pulang

Pulang rencananya mau jalan kaki ke Lebak bulus buat naik bis, tapi ternyata ada Baraya travel ada di Fatmawati, wah lebih dekat, kesana aja deh, eh, selidik pun selidik, ada yantg ;ebih dekat lagi, yaitu pondok Indah, ya udah kesana.

Di Pondok Indah keberangkatannya 15.45, jadi nunggu deh. lalu berangkat dan sampai ke Surapati jam 6.30. pulang dah

Jumat, 05 Agustus 2011

MTM (Medication Theraphy Management) dari sudut pandang Farmasis

dari blog seorang farmasi di AS sana (negara bagian Ohio tepatnya)

http://eric-rph.blogspot.com/2011/03/insights-from-fellow-pharmacist.html

opik terjemahin nih, dan persingkat , biar kita ga dibutakan dengan janji2 palsu dan idealita, tapi kita juga harus melihat realita, jangan cuma ikut2an


Saya setuju bahwa Sekolah-sekolah farmasi yang memulainya tapi mereka memulainya tepat saat mereka bermetamorfosa menjadi sekolah pelatihan MTM tanpa mencari apakah MTM itu model praktek kerja seorang farmasis yang dapat diterapkan pada profesi.

Mereka begitu haus akan sebuah model untuk praktek profesi, jadi mereka menerima model bikinan Hepler dan Strand (orang2 yang mula2 mengajukan MTM) tanpa melihat dan meriksa terlebih dahulu apakah model ini bisa diterapkan di lapangan.

Hepler dan Strand membawa "logika farmasi" pada awal 1990-an pada keputusan terakhirnya. Secara kasar, sejak itulah "karena farmasis punya pendidikan obat yang paling resmi, mereka seharusnya menangani terapi obat". Pengumuman soal "Pharmaceutical Care" yang menyebutkan farmasis meti menerima peran ini ada di halaman pertama, tapi di halaman ketiga, tertulis bahwa apa yang mereka usulkan dan percayai menabrak praktek profesi kesehatan lainnya.

Masalahnya, para dokter sudah menangani terapi dan sebagaimana yang telah kita lihat, merekalah yang memutuskan siapa yang ikut campur urusan mereka dan siapa yang tidak. Asisten dokter dan perawat (dengan sedikit perang) melakukan lebih banyak manajemen terapi daripada farmasis. Apa yang kita sekarang sebut MTM adalah aberasi yang telah dimodif agar informasi dapat didapatkan farmasis. Kita tak bisa "menangani terapi" tanpa informasi lab dan pemeriksaan -- medical chart.

Sebuah artikel baru dari 'Chain Store News' menceritakan farmasis K-Mart yang "menyebarkan Injil" MTM. Salah yang teknisi (Asisten apotekernya kalau disini)-nya harus lakukan adalah menelpon dokter untuk mencari hasil lan sebelum dia bertemu pasien untuk mendiskusikan terapi mereka.

Lalu mengapa lulusan sekarang pesimis dan tak antusias. Mungkin mereka melihat kenyataan yang ada. Kau pernah menulis soal med rep yang menghilang, itu karena mereka menghabiskan waktu pada yang tepat - sang penulis resep. Baik perusahaan farmasi maupun dokter takkan memberikan manajemen taerapi pada farmasis.

Perusahaan farmasi mendukung PBM dan order pos mereka. Aku tahu kalau kitabisa lihat para farmasis bersama-sama dan bersatu. Tapi lihat majalah "Drug Topics" seorang farmasis RS bilang ke David Stanley bahwa dia tak bisa mengeluh tentang farmasi retail dan fakta kau harus mengisi 1000 resep sehari adalah karena kau mata duitan. Ini adalah tanda kurangnya pengertian, empati dan kesatuan.

Bahkan Komite nasional pun tak menghargai kita. Dokter berhak melihat siapa yang dapat narkotik, dari siapa dan dari mana, sedangkan farmasis tidak. kita dihalangi dari info yang berguna, yang bisa membuat kita lebih aktif dan berkontribusi.

Tidak hanya soal pelacakan obat yang rawan ketergantungan, informasi kesehatan saja tak tersedia untuk kita, jadi MTM nyata takkan ada. Jika kita mendapatkan sesuatu, itu tak cukup bagi kita untuk memutuskan

Ujian Apoteker Part 2

pertama, opik menahan air selama periode pertama ujian pustaka hari satu sampai istirahat, padahal udah kebelakang sebelumnya. Aneh kan, udah persiapan sebelumnya, tetap aja ga bisa nahan keinginan untuk buang air.

Kedua, opik ga nemu nyari2 JSS bagian bab 2, padahal sebenarnya ada, jadi aja make contoh dari simulasi Eperison.

Ketiga, harus diakui, mau ga mau puasa ramadhan itu sangat berpengaruh. entah itu lapar, lemas, malamnya juga harus bangun dini hari buat sahur dll, itu bikin kita ga 100% biasanya

Jadi aja banyak terhambat bukan gara2 soalnya tapi dari diri sendiri yang ....entah kenapa hambatan itu bisa ada, padahal persiapan seharusnya bisa menghadangnya. Hari 1, bab 1 beres, bab 2 bolong2 dikit

Malamnya, opik coba baca2 jurnal2 metoklopramida yang kemarin2, eh, ada 2 yang berupa injeksi dan 2-2nya lulus, coba baca2, emang kaya gimana...dan coba bikin salinan sendiri dari situ, ngemabnginnya dimana, mana yang dipotong karena ga perlu, mana yang perlu ditambah. Akhirnya bagian bab 3-4 mulai dibikin rangkanya di rumah, potong mana yang ga logis. Untung ingat ampul itu dosis tunggal, jadi ga perlu pengawet, terus ga perlu dapar, cukup adjust aja karena rentang pH stabilita luas. bagian analisis dan wadah IO cuma liat aja, toh nanti juga cuma nyalin dari pustaka, entah itu FI atau florey, dll.

Malamnya emang susah tidur, tapi maksa dan bisa. Serahkan sajalah semuanya pada Tuhan setelah kita juga coba berusaha.

Hari kedua dimulai
Hmm, coba beresin bab 2 sebisanya dengan data yang ada. Membingungkan lho bikin toksisitas dan mekanisme kerjanya. Batas oralnya kecil, tapi klo lewat injeksi, bisa lebih, soal toksisitas, banyak kasus overdosis dilaporkan, tapi efek sampingnya kata mereka bisa keterima dan bisa sembuh dalam 1-2 hari, apa ga gila tuh? Mekanisme kerja ok dopamin, tapi yang serotoninnya bikin bingung, masukin apa kagak. Selebihnya cuma nyalin pustaka (sambils edikit motong), JSS, dan apa yang udah ditulis di rumah.

Tapi ternyata ada yang kurang. 1. prosedur penetapan kadar dan identifikasi pada bab 4,. liat JSS pada mengacu ke bab... padahal di situ ga ada!!! teman2 lain pun menyadarinya, semoga jadi pelajaran buat angkatan berikutnya 2. Satuan celsius suka ga ketulis, siapa tahu dipermasalahin 3. khusus opik, kadar air ga ada di JSS, padahal jadi persyaratan di monografi, jadi teman2 pada teliti ya nanti, siapa tahu ada di monografi tapi ga ada di JSS.


Sudah coba mengerjakan sebisanya, Tapi ga keburu....wadah dan IO juga pustaka cuma bisa sekenanya saja, hal;aman ama daftar isi juga begitu, sial benar, tapi ya sudahlah, mencoba bersabar. Nanti kita lihat di kamis 12 Agustus 2011.

Kamis, 04 Agustus 2011

Ujian Apoteker Part 1

Yeah, setelah Pendidikan Profesi Apoteker, apalagi yang lebih menegangkan daripada ujian apoteker? Ujian yang jatahnya cuma 1 SKS tapi menentukan apakah SKS lainnya berharga atau tidak, karena dengan 1 SKS itu kita diukur layak jadi apoteker atau tidak. Padahal, dari bebannya mungkin harus disamain dengan KP kali ya? paling nggak 4 SKS.

Salah satu hal yang bikin tegang adalah perubahan sistem ujian. Agak heran sih sebenarnya, kini, urutannya adalah pustaka-komprehensif-praktek, padahal dulu, pustaka-praktek-komprehensif, dan ujian pustaka-komprehensif menyatu, artinya kalaupun salah di pustaka, masih ada komprehensif dimana kita bisa membela diri.

Hal lain yang juga berpengaruh adalah pemisahan PPM (produksi dan pengawasan mutu) dengan PF (Pelayanan Farmasi). Ini baru pertama kalinya oleh pihak ITB, dan ujian bagi PF juga tergolong pertama dilakukan ITB. KLemungkinan hal lain yang cukup berpengaruh adalah puasa. Kita ujian apoteker di bulan puasa, apa ga gila apa? Jadi ujian ini bikin pusing, bukan hanya peserta, tapi juga penguji.

OK, mul;ai dari persiapan. Sudah tahu ada tutorialnya, sudah dikasih tahu bahwa sebaiknya bersiap-siap dari jauh-jauh hari, tapi apa mau di kata, tubuh jauh dari Rumah, meski pikiran masih disana (Muikirin ujian dan homesick).

Pangkalnya dari semester 1 (Kliatran banget kan klo persiapan mesti dari awal2 sekali?), opik telat daftar buat KP di Industri, padahal KP di Industri adalah KP dimana kesempatan belajar untuk ujian apoteker menipis, apalagi klo dapet yang di luar Bandung (Kebetulan sekali dapat yang di luar Bandung,).

Jadilah KP Industri di Kalbe CIkarang, yang memang kesempatan untuk belajar ujian apoteker sedikit, ga ada persiapan juga sih, bahannya dalam softkopi, laptop ga ada, laptop teman pada dipakai semua (ga tahu klo di fotokopian sunken ada kopiannya waktu itu). dan jam-jam sesudah pulang dari Kalbe cuma diisi tidur dan ngobrol, lampu ga terang, jadi makin malas buat baca,jadinya kesal sendiri, padahal sudah tahu ujian di ambang mata tapi ga bisa ngerjain apa-apa. Memang sih pulang ke rumah, tapi bacanuya cuma bisa sedikit dan godaan untuk melepas apa yang tertahan selama di Cikarang gede juga (ya main, makan, dan...kegatalan disuruh orang tua).

Yosh, masa KP lewat, ujian 11 hari lagi, ngurusin sedikit logistik, dan coba simulasi ujian pustaka. yah, ternyata seminggu baru selesai, itupun analisisnya ga lengkap dikerjain, cuma sepotong, mana pustakanya amburadul juga. memang sih pakai soal yang agak susah, yaitu tablket Eperison, karena data pustakanya dikit (yang susah dulu lah, kan klo dapat yang gampang jadi sip). Sempat mau ngerjain injeksi ranitidin HCl tapi ga keburu, cuma sampai bab 1.

Salah satu hal yang gawat adalah buku pustaka, memang secara elektronik cukup, tapi yang hardkopi masa cuma FI IV + suplemen aja. Gawatnya, bibi opik yang opik sudah kontak dari jauh-jauh hari ga bisa dihubungi, entah kenapa. Sudah dicoba menghubungi kerabat yang lain yang kemungkinan tahu nomornya, tapi nomornya sama, ga berubah, dan dicoba lagi berulangkali juga tak ada hasil. Akhirnya coba ke kang Irul(kakak kelas) ama Bu Rani(tetangga sebelah), lumayan dapat bukunya (terutama Pharmaceutical Codex dan Drug info handbook, dua buku itu sakti banget). tahu kit ujian ternyata ada di fotokopian, langsung deh borong.

OK, persiapan ada, meski bisa dibilang kurang. dan akhirnya melangkah ke ujian tahap pertama. soal dapat apa ya? ternyata eh ternyata, dapat metoklopramida HCl injeksi 10 ampul. kok perasaan pernah dengar? rupa-rupanya ini pernah dikerjain pas pratikum likuid semsol bagian steril, pertama lagi. soal 53, lembar jawaban 79. OK, cukup lancar sih sebenarnya pustaka dll, soalnya datanya lengkap, jadi tinggal nulis aja. Tapi ternyata ada hambatan tak terduga dan salah antisipasi, yaitu...

Menjalani Pendidikan Profesi Apoteker

Berkaca dari pengalaman menjalani pendidikan profesi Apoteker di ITB, opik mencoba merenung dan merunut lagi jalan yang telah ditempuh.

pertama, apakah opik telah salah memilih jalan?


mengapa yang pertama adalah hal ini? Kejadiannya begini, waktu pendaftaran untuk apoteker, sebenarnya opik waktu itu tak terlalu mempertimbangkan banyak hal dan banyak diburu-buru oleh hal lain. Pendaftaran apoteker untuk oktober dibuka sehabis kita lulus sidang, dimana kita masih belibet nyelesaiin urusan administrasi hanya dalam 2-3 hari, dan pendaftaran apoteker pun dalam waktu yang mepet. Sempat sih minta pertimbangan orangtua, dan mereka malah bilang semuanya diserahkan pada opik, sesuai kemauan opik. Jadinya ya, ga sempat mikir ini itu, dan langsung mendaftar.

Padahal, dipikir2, opik sebenarnya bercita-cita jadi dosen atau peneliti yang sebenarnya ga perlu menempuh program apoteker. Apalagi di benak opik saat itu, mungkin sekali opik ga akan memilih bidang farmasi untuk melanjutkan pendidikan, tapi bidang lain yang secara teknis dekatan dengan farmasi, seperti kimia, teknik kimia, instrumentasi atau teknik industri.

Kedua, Kok program apoteker seperti ini ya?

Ini setelah kalau dirunut-runut secara mendalam, banyak sekali bagian di apoteker yang merupakan pengulangan S1, pokoknya banyak banget teori-teorinya dan idealitanya, namun kurang dalam praktek dan realita di lapangan. opik terutama merasakan sekali hal ini dalam aspek2 industri seperti permesinan, PPIC, sistem HVAC, analisis vendor, pelaksanaan CPOB dan masalahnya, pokoknya merasa kurang banget. Kliatan dan kerasa banget pas KP, kitanya suka bengong pas di tempat KP, entah itu di POM, apotek maupun pemerintahan, karena kita nggak tahu dalamnya kaya gimana sih dan kita itu mau ngapain, jadi ada kesempatan belajar dan berbuat yang tersia-siakan

salah satu hal yang membingungkan adalah, PPM (jurusan industrinya) diberikan materi klinik sedangkan PF (jurusan kliniknya) diberikan materi Industri. Alasannya sih biar seimbang antara klinik dan industrinya, soalnya kan di S1 udah diberikan materi yang cukup banyak mengenai industri atau klinik di jurusan masing-masing.

Tapi menurut opik dan banyak teman yang lain, ini malah memperlemah kekuatan masing-masing. Hal ini sangat terasa di Industri dimana ketika ditanya-tanya mengenai berbagai hal yang seharusnya didapatkan di kuliah apoteker, terpaksa kitahanya bisa terdiam saja. Mau jawab ga bisa...mau bilang ga dapet di kuliah apoteker juga malu.

Ketiga, kok ada mata kuliah atau isi kuliah yang dirasa penting ga ada?

Ini pertanyaan yang muncul setelah KP dan diskusi soal kita-kita bakal kerja dimana. Yang paling heran adalah kita ga dapat mata kuliah kimia klinik, yang berarti menghilangkan kesempatan untuk bekerja di lab-lab klinik, atau paling ga harus belajar lagi klo masuk sana, juga menyebabkan kita ga bisa membaca kondisi tubuh. DI kimia klinik kita juga diajarin pembacaan angka-angka. misalnya SGPT dan SGOT pada rentang segini adalah normal, glukosa darah segini sampai segini ga normal, dsb, yang sangat penting diketahui untuk mengetahui mana obat yang ga boleh dipakai dan penyesuaian dosisnya.

perasaam ga dapat kimkli sangat terasa ketika ujian farmakoterapi, kami-kami yang di PPM bingung ketika harus baca angka glukosa darah, PSA, SGPT, SGOT, kandungin urin, yang kita ga tahu maksudnya apa.

Salah satu hal yang juga disayangkan adalah pengewtahuan tentang CPOB, proses produksi dan mesin-mesin. PPM tidak mendapatkan matkul farmasi industri, sehingga praktis pengetahuan tentang CPOB yang praktisnya tidak ada, hanya yang mengawang-awang. ga tahu pelaksanaannya gimana sih di Industri. Dengan alasan yang sama, pengetahuan tentang proses produksi juga sedikit.

Nah, klo soal mesin-mesin dan proses yang terjadi, sedikit juga sih pengetahuannya. Proses mixing, blending, cutting, pengeringan dll. opikmingat ada 2 dosen yang naruh perhatian pada hal ini, yaitu pak sundani dan bu Ninet. Dan itu sangat beruntung sekali karena kitanya masih bisa jawab-jawab sedikitlah soal mesin dan proses serta mengerti sedikit soal proses produksi. tidak kosong-kosong bangetlah.

Keempat, dan mungkin yang terakhir, adalah jangan terbawa arus.

Mengapa hal ini jadi penting. Sebab memang sekarang farmasi klinik sedang gencar dimana-mana, teta[i, jangan lupa bagian farmasi yang lain, baik itu bahan alam, analisis maupun proses produksi. beberapa yang menjadi bahan adalah :

1.Dalam ujian di banyak PT, apoteker diuji konselingnya, tapi ga diuji apakah bisa meracik atau memproduksi obat, padahal bukannya farmasi adalah "The art of Compounding and Dispensing"? kok malah konseling yang cuma sebagian kecil dari "Dispensing" didahulukan untuk diuji, sedangkan meraciknya tidak?

2.Percaya atau tidak. Apoteker itu suka ribut. sekarang sih yang sedang gencar adalah industri dengan pelayanan. Kenapa sih ga bisa bersatu dan saling mengerti klo emang ada keluhan dari pelayanan soal produk yang ga mengerti kesulitan mereka yang sampaikan saja baik-baik. Pelayanan juga harus mengeti proses produksi obat ga mudah, dan mengubah satu hal saja dari obat bisa membutuhkan validasi proses yang rumit untuk memastikan mutu obat tetap terjamin

3.masih banyak persoalan industri jamu/pengobatan tradisional yang harus diselesaikan. Berpegang bahwa pada jamu/tradisi ini merupakan kekuatan Indonesia, sebaiknya ini yang diperkuat. Misalnya penemuan zat anti kanker pada banayk tumbuhan obat dan senyawa2 baru didalamnya, harusnya ini diperkuat, tapi kondisi sekarang malah lemah dengan banyaknya obat2 luar. Mungkin sekali, hal ini terkait kebanggan pada produk lokal yang sangat lemah. Lebih banyak menemukan : Dari Cina, Arab, Teknologi Jepang, Teknologi Jepang, terpercaya dari AS, daripada warisan karuhun, asal Madura, Asli Maluku, Tradisi Minang, dll. Yah, saatnya mempercayai kekuatan kita sendiri